Aloha Pemirsa. Jumpa lagi bersama saya, Anton Huang. Pakabarnya? Di sesi kali ini, saya akan membagikan sebuah 
cerita motivasi yang telah menginspirasi saya, memberikan banyak 
motivasi  terbesar saya setiap kali saya membacanya. Dan saya ingn membagikannya  juga pada pemirsa. Cerita ini bukanlah tulisan saya. Saya memperolehnya  dari mailist yang dulu pernah saya ikuti, sudah lama saya memperolehnya,  jadi bisa saja pemirsa mungkin sudah pernah membaca cerita ini. Oya,  Peringatan!! Jangan Membaca Cerita ini di kantor atau di tempat umum,  saya jamin, Pemirsa akan berkaca-kaca matanya.
Inilah cerita motivasi inspirasi yang saya yakin akan bisa mengubah kehidupan yang membacanya.
Surat ini benar-benar menyentuh hati saya. ketika membaca tulisan ini  saya merasa trenyuh dan larut dalam suasana haru. Terbayang wajah ibu  saya, yang telah melahirkan, mendidik, dan membesarkan dengan penuh  kasih sayang. Ibu adalah yang terbaik bagiku. Tak pernah ada kata tidak  untuk kami anak-anaknya ketika meminta sesuatu. Semoga Tuhan membalas  kebaikan ibu dengan pahala yang besar. Semoga Tuhan senantiasa  membimbing dan memberi petunjuk kepada saya untuk selalu memperlakukan  ibu dengan baik serta mengasihinya sebagaimana ibu mengasihi kami,  anak-anaknya.
Silahkan dibaca …………..
Wahai anakku,
Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah  berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena,  sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis,  setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis, dan setiap  kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka…
Wahai anakku!
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi  laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau  pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini  lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati  dan telah engkau robek pula perasaanku.
Wahai anakku… 25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan  tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang  menyampaikan kabar tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui  arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini  sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi…
Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan. Tidur,  berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak  mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama  berjalannya waktu.
Aku mengandungmu, wahai anakku! Pada kondisi lemah di atas lemah,  bersamaan dengan itu aku begitu grmbira tatkala merasakan melihat  terjangan kakimu dan balikan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap  aku menimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat  perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku.
Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika  fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku  barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa  takut yang tidak bisa dilukiskan.
Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak dapat lagi  menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk  mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia. Engkau pun  lahir… Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan. Dengan  semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan  penderitaan, bahkan kasihku padamu semakin bertambah dengan bertambah  kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk  cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkonganku.
Wahai anakku… telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan  hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati  hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi  kebahagiaanmu.
Harapanku pada setiap harinya; agar aku melihat senyumanmu.  Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar  aku berbuat sesuatu untukmu… itulah kebahagiaanku!
Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan  dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu  yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti,  dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendo’akan  selalu kebaikan dan taufiq untukmu.
Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi  dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis  yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu. Tatkala itu  aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu.
Semakin dekat hari perkawinanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu.  saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir,  entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis  telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan  pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku.
Waktu berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya  setelah perkawinan itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang  selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna  bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama  ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang  dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran.  Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku  dan melupakan hakku.
Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu.  Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi  penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya  untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku  manyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon  berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelepon. Setiap suara  kendaraan yang lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang.
Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku  hancur berkeping, yang ada hanya keputusasaan. Yang tersisa hanyalah  kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil  menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya.
Anakku… ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih  kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat  dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di  rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula  dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.
Dan Ibu memohon kepadamu, Nak! Janganlah engkau memasang jerat  permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak  memandang wajahmu!!
Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat  persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun  hanya satu detik. Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak  pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil  engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.
Anakku, telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena  badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit… Berdiri  seharusnya dipapah, dudukpun seharusnya dibopong, sekalipun begitu  cintaku kepadamu masih seperti dulu… Masih seperti lautan yang tidak  pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti.
Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya  engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada  ibumu… Mana balas budimu, nak!? Mana balasan baikmu! Bukankah air susu  seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa nak! Susu  yang Ibu berikan engkau balas dengan tuba. Sampai begitu keraskah  hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan  berselangnya waktu?!
Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan  hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak,  engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil dari  keletihanku. Engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang  telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?!  Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul  denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?
Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku  sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantu  dan budakmu. Semua mereka telah mendapatkan upahnya!? Mana upah yang  layak untukku wahai anakku!
Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah  naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih  sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Sedangkan  Tuhan mencintai orang yang berbuat baik.
Wahai anakku!! Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.
Wahai anakku! Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau  sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang  laki-laki supel, dermawan, dan berbudi. Anakku… Tidak tersentuhkah  hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu  melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu,  berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!? Bukan karena apa-apa?!  Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya…  Hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… hanya  karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat  menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah berhasil pula  memutuskan tali silaturrahim?!
Wahai anakku, ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka  titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang  manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di  sana dengan kasih sayang Tuhan,
Wahai anakku!! Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk  memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau  mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan  anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang  emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa  pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya.  Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya,  tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar.  Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya  orang mendirikan tambang emas.
Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari  pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di  dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat  menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan  Tuhan, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya?
Anakku… Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak  adukan duka ini kepada Tuhan, karena sekiranya keluhan ini telah  membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan  menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak  ada tabib yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, Nak!  Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku…  Bagaimana ibumu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkan  engkau adalah pelipur laraku. Bagaimana Ibu tega melihatmu merana  terkena do’a mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku.
Bangunlah Nak! Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu  masa hingga engkau akan menjadi tua pula, dan “Engkau akan memetik  sesuai dengan apa yang engkau tanam…” Aku tidak ingin engkau nantinya  menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air  matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu.
Wahai anakku, bertaqwalah kepada Tuhan pada ibumu, peganglah  kakinya!! Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah  kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang  telah lapuk.Anakku… Setelah engkau membaca surat ini,terserah padamu!  Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin merobeknya.
Wassalam,
Ibumu
Buat yang merasakan cerita motivasi ini bermanfaat, menginspirasi dan  memotivasi, silahkan bagikan juga cerita ini pada sahabat, rekan, teman  pemirsa. Bisa dengan link facebook share di bagian bawah halaman ini,  bisa juga dengan memberikan pendapat di sini ataupun Katakan Like lewat  klik Like Facebook di bagian atas artikel ini. Salam Hebat Luar Biasa  dan Sukses Selalu buat Pemirsa,
SUMBER = http://www.antonhuang.com/cerita-motivasi-paling-mantap-ini-bisa-mengubah-kehidupan-anda/